HIPOGLIKEMIA

 HIPOGLIKEMIA

A. Pengertian Hipoglikemia

Saat lahir, bayi harus melakukan transisi dari yang tadinya mendapat suplay nutrisi dari plasenta menjadi pemberian makanan per oral. Pada awal kelahiran, energi tambahan yang diperlukan neonatus jam-jam pertama diambil dari hasil metabolisme asam lemak sehingga kadar gula darah mencapai 120 mg/100 mg.

Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah bayi secara bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila kadar glukosa darah kurang dari 40 mg/dl pada semua neonatus tanpa menilai masa gestasi atau ada tidaknya gejala hepoglikemia. Umumnya hepoglikemia terjadi pada neonatus umur 1 – 2 jam. Hal ini disebabkan oleh karena bayi tidak mendapatkan lagi glukosa dari ibu, sedangkan insulin plasma masih tinggi dengan kadar glukosa darah yang menurun (Nelson: 2012).

Hipoglikemia merupakan konsentrasi glukosa dalam darah berkurangnya secara abnormal yang dapat menimbulkan gemetaran, keringat dan sakit kepala apabila kronik dan berat, dapat menyebabkan manifestasi susunan saraf pusat (Dorland:2000). Sedangkan, menurut Sudarti dkk 2010 hipoglikemia neonatorum adalah masalah pada bayi dengan kadar glukosa darah kurang dari 40 -45mg/dl. Keadaan dimana bila kadar gula darah bayi di bawah kadar rata-rata bayi seusia dan berat badan aterm (2500 gr atau lebih) < 30mg/dl dalam 72 jam pertama, dan < 40mg/dl pada hari berikutnya.

  1. Penelitian in vivo :
    1. Metabolisme otak menunjukkan bahwa otak pada bayi dan anak dapat menggunakan glukosa pada kecepatan melebihi 4-5 mg/100g berat otak/menit.
    2. Otak neonatus cukup bulan, berat sekitar 420 g pada bayi 3,5 kg, akan memerlukan glukosa dengan kecepatan sekitar 5-7 mg/kg berat badan/menit.
    3. Otak tumbuh paling cepat selama umur 1 tahun pertama dan karena proporsi pergantian glukosa lebih besar yang digunakan untuk metabolisme otak, hipoglikemia terus-menerus atau berulang-ulang pada bayi dan anak mempunyai pengaruh yang besar pada keterlambatan perkembangan dan fungsi otak (Nelson,2012).

Tabel.1 Nilai kadar glukosa darah/plasma atau serum

Kelompok Umur Glokusa <mg/dl Darah Plasma/serum
Bayi/anak

Neonatus

1.      BBLR

2.      BCB

0 – 3 hr

3 hr

<40 mg/100 ml

<20 mg/100 ml

<30 mg/100 ml

<40 mg/100 ml

<45 mg/100 ml

<25 mg/100 ml

<35 mg/100 ml

<45 mg/100 ml

(Nelson,2012)

  1. Hipoglikemia pada neonatus :
  2. Untuk setiap neonatus manapun, kadar glukosa <40-45mg/dL dianggap tidak normal.
  3. Menurut WHO hipoglikemi adalah bila kadar glukosa/gula darah <47 mg/dL.
  4. Gejala sering tidak jelas/asimptomatik, semua tenaga kesehatan perlu mewaspadai kemungkinan adanya hipoglikemia.
  5. Diagnosis dini dan pengobatan yang tepat dapat mencegah konsekuensi yang serius.

 B. Etiologi Hipoglikemia

Secara garis besar hipoglikemia dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu : kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan dan produksi glukosa kurang.

  1. Kelainan yang menyebabkan pemakaian glukosa berlebihan.

Hiperinsulinisme (bayi dari ibu penderita diabetes), hipoglikemia hiperinsulinisme menetap pada bayi, tumor yang memproduksi insulin dan child abuse. Hiperinsulinisme menyebabkan pemakaian glukosa yang berlebihan terutama akibat rangsangan penggunaan glukosa oleh otot akibat sekresi insulin yang menetap. Kelainan ini diketahui sebagai hipoglikemia hiperinsulin endogen menetap pada bayi yang sebelumnya disebut sebagai nesidioblastosis.

Defek pada pelepasan glukosa (defek siklus Krebs, defek ”respiratory chain”). Kelainan ini sangat jarang, mengganggu pembentukan ATP dari oksidasi glukosa, disini kadar laktat sangat tinggi. Defek pada produksi energi alternatif (defisiensi Carnitine acyl transferase. Kelainan ini mengganggu penggunaan lemak sebagai energi, sehingga tubuh sangat tergantung hanya pada glukosa. Ini akan menyebabkan masalah bila puasa dalam jangka lama yang seringkali berhubungan dengan penyakit gastrointestinal. Sepsis atau penyakit dengan hipermetabolik, termasuk hipertiroidisme.

  1. Kelainan yang menyebabkan kurangnya produksi glukosa.
    1. Simpanan glukosa tidak adekuat (prematur, bayi SGA, malnutrisi, hipoglikemia ketotik).

Kelainan ini sering sebagai penyebab hipoglikemia, disamping hipoglikemia akibat pemberian insulin pada diabetes. Hal ini dapat dibedakan dengan melihat keadaan klinis dan adanya hipoglikemia ketotik, biasanya terjadi pada anak yang kurus, usia antara 18 bulan sampai 6 tahun, biasanya terjadi akibat masukan makanan yang terganggu karena bermacam sebab Penelitian terakhir mekanisme yang mendasari hipoglikemia ketotik adalah gagalnya glukoneogenesis.

  1. Kelainan pada produksi glukosa hepar .

Kelainan ini menurunkan produksi glukosa melalui berbagai defek, termasuk blokade pada pelepasan dan sintesis glukosa, atau blokade atau menghambat gluikoneogenesis. Anak yang menderita penyakit ini akan dapat beradaptasi terhadap hipoglikemia, karena penyakitnya bersifat kronik Kelainan hormonal (panhypopituitarisme, defisiensi hormon pertumbuhan).

  1. Defisiensi kortisol dapat primer atau sekunder.

Hal ini karena hormone pertumbuhan dan kortisol berperan penting pada pembentukan energi alternative dan merangsang produksi glukosa. Kelainan ini mudah diobati namun yang sangat penting adalah diagnosis dini.

C. Klasifikasi Hipoglikemia

Klasifikasi yang ditulis pada Tabel 1 didasarkan pada pengetahuan pengendalian homeostasis glukosa pada bayi dan anak yang telah dibahas sebelumnya dan faktor-faktor yang menyebabkan frekuensi hipoglikemi tinggi pada kelompok ini juga pada kelompok yang lain terkait dengan penyimpanan glikogen hati, protein otot, dan lemak badan yang tidak cukup yang yang dibutuhkan untuk mempertahankan substrat yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan energi.

Tabel. 2 Klasifikasi dan faktor-faktor penyebab hipoglikemia.

Neonatus – Hipoglikemi Sementara

Dihubungan dengan ketidakcukupan substrat atau fungsi encim.

1.      Prematuritas.

2.      Kecil menurut usia kehamilan

3.      Bayi dengan distres pernapasan berat.

4.      Bayi dari ibu toksemia.

Dihubungkan dengan hiperinsulinemia.

1.      Bayi dari ibu diabetes.

2.      Bayi dengan eritroblastosis fetalis.

Neonatus – Hipoglikemia Infatil atau Masa Anak Persisten

Keadaan hiperinsulinemia

1.      Nesidioblastosis

2.      Hiperplasia sel – β

3.      Adenoma sel – β

4.      Sindrom Beckwith-Wiedemann

5.      Sensitivitas leusin

6.      Malaria falsiparum

Defisiensi hormon

1.      Panhipopituitarisme

2.      Defisiensi hormon pertumbuhan murni.

3.      Defisiensi ACTH

4.      Penyakit addison

5.      Defisiensi glukagon

6.      Defisiensi epinefrin

Substrat terbatas

1.      Hipogiklemia ketotik

2.      Ketonuria rantai-cabang (penyakit urin sirup maple).

Penyakit penyimpanan glikogen

1.      Defisiensi glukosa-6-fosfatase

2.      Defisiensi amilo-1,6-glukosidase

3.      Defisiensi fosfosilase hati

4.      Defisiensi glikogen sintetase

Gangguan glukoneogenesis

1.      Intoksikasi alkohol akut

2.      Hiperglisinemia, defisiensi karnitin

3.      Intoksikasi salisilat

4.      Defisiensi fruktosa-1,6-difosfatase

5.      Defisiensi karboksilase piruvat

6.      Fosfoenol piruvat karboksikinase (defisiensi PEPCK)

Defek enzim lain

1.      Galaktosemia : defisiensi galaktosa-1-fosfat uridil transferase

2.      Intoleransi fruktosa : defisiensi fruktosa-1-fosfat aldolase

Gangguan metabolisme lemak (bahan bakar alternatif)

1.      Defisiensi karnitin primer

2.      Defisiensi karnitin sekunder

3.      Defisiensi karnitin palmitoil transferase

4.      Defisiensi asam lemak rantai-panjang,-medium, -pendek asil-KoA dehidrogenase.

Etiologi lain

Keracunan – obat

1.      Salisilat

2.      Alkohol

3.      Agen hipoglikemik oral

4.      Insulin

5.      Propanolol

6.      Pentamidin

7.      Quinin

8.      Disopiramid

9.      Hipoglisin-buah ackee (belum masak)

10.  Vakor (racun tikus)

Penyakit hati

1.      Sindrom Reye

2.      Hepatitis

3.      Sirosis

4.      Hepatoma

Gangguan asam amino dan asam organik

1.      Penyakit urin sirup maple

2.      Asidemia propionat

3.      Asidemia metilmalonat

4.      Tirosinosis

5.      Asiduria glutarat

6.      Asiduria 3-hidroksi-3-metilglutarat

Gangguan sistemik

1.      Sepsis

2.      Karsinoma/sarkoma (sekresi faktor pertumbuhan seperti- insulin- IGFH)

3.      Gagal jantung

4.      Malabsospsi

5.      Antibodi reseptor anti-insulin

6.      Antibodi anti-insulin

7.      Hiperviskositas neonatus

8.      Gagal ginjal

9.      Diare

10.  Luka bakar

11.  Syok

12.  Pascabedah

13.  Pseudohipoglikemia (leukositosis, polisitemia)

14.  Terapi insulin IDDM berlebihan – diabetes mellitus tergantung-insulin.

Dari Sperling m, Chernausek S : Nelson’s Essentials of Pediatrics, philadelphia, WB Saunders, 1990,p617

Hipoglikemia pada bayi dan anak :

  1. Hiperinsulinemia

Kebanyakan anak dengan hiperinsulinemia timbul hipoglikemia yang muncul selama masa bayi. Seperti bayi yang dilahirkan dengan ibu diabetes, bayi dapat makrosom pada saat lahir, menggambarkan pengaruh anabolik insulin dalam uterus. Namun, tidak ada riwayat dan tidak ada bukti biokimia adanya diabetes ibu. Mulainya adalah sejak lahir sampai umur 18 bulan.

Kadar insulin secara tidak sesuai naik pada saat tercatat hipoglikemia. Dengan demikian, bila kadar glukosa darah <40 mg/dl (2,2 mM), kadar insulin plasma harus <5 dan tidak >10 μU/mL. Namun, pada bayi yang terkena, kadar insulin plasma pada saat hipoglikemi biasanya lebih besar dari 10 μU/mL. Rasio insulin (μU/mL) – glukosa (mg/dL) adalah 0,4 atau lebih besar dan keton plasma serta kadar ALB rendah selama hiperinsulinemia.

  1. Hipoglikemia yang disertai dengan hiperinsulinemia juga ditemukan pada sekitar 50% penderita dengan sindrom Beckwith-Wiedemann. Sindrom ini ditandai dengan makrosomia, mikrosefali, makroglossia, visero megali, dan omfalokel.
  2. Hipoglikemia sensitif – leusin tidak didiagnosa sesering pada tahun sebelumnya. Hipoglikemia sensitif – leusin terkait dengan sekresi insulin berlebihan pasca pemberian leusin dan hiperplasia sel-β, adenoma, dan nesidioblastosis dapat juga memperagakan hiperinsulinisme dalam respinya terhadap leusin, tolbutamid, dan uji provokatif lain.

D. Manifestasi Klinis Hipoglikemia

  1. Tanda – tanda klinis biasanya dibagi menjadi dua golongan :
  2. Golongan Pertama

Gejala-gejala yang terkait dengan aktivitas sistem saraf autonom dan pelepasan epinefrin, biasanya disertai dengan penurunan cepat glukosa darah (Tabel.3).

  1. Golongan Kedua

Gejala-gejala yang disebabkan oleh penurunan dalam penggunaan glukosa otak, biasanya disertai dengan penurunan lambat pada glukosa darah atau hipoglikemia yang lama ( Tabel.3).

  1. Gejala-gejala umum hipoglikemia, antara lain :
  2. Sianosis
  3. Apnea
  4. Hipotermia
  5. Nafsu makan jelek
  6. Lesu
  7. Kejang-kejang
  8. Tremor
  9. Apatis
  10. Tangisan lemah/melengking
  11. Letargi
  12. Gerakan mata berputar/nistagmus
  13. Keringat dingin
  14. Refleks hisap kurang
  15. Muntah

Tabel. 3 Manifestasi Hipoglikemia pada Masa Anak

Tanda-Tanda yang Terkait dengan Aktivasi Sistem Saraf Autonom dan Pelepasan Epinefrin Tanda-tanda yang Terkait dengan Glukopenia Serebral
1.      Kecemasan +

2.      Berkeringat ↔

3.      Palpitasi (takikardi) ↔

4.      Pucat

5.      Gemetar

6.      Lemah

7.      Lapar

8.      Mual

9.      Muntah

10.  Angina (dengan arteria koronaria normal).

1.      Nyeri kepala ↔

2.      Keracunan mental +

3.      Gangguan penglihatan (keta-jaman ↓, diplopia) +

4.      Ketidakmampuan berkonsentrasi +

5.      Disartria

6.      Terbelalak

7.      Kejang

8.      Ataksia, inkoordinasi

9.      Mengantuk, lesu

10.  Koma

11.  Stroke, hemiplegi, aphasia

12.  Parestesia

13.  Vertigo

14.  Amnesia

15.  Postur deserebrasi atau dekortikasi.

*beberapa dari tanda-tanda ini akan diperlemah jika penderita mendapat agen penyekat β-adrenergik (sumber : Nelson,2012).

Tabel. 4 Gejala Hipoglikemia berdasarkan Usia

Neonatus Bayi/Anak
1.      Terjadi selama 6-12 jam kehidupan.

2.      Sering menyertai penyakit-penyakit seperti : distress perinatal, terlambat pemberian ASI dan bayi dari ibu DM.

3.      Juga termasuk dalam golongan ini ialah bayi dari ibu DM insulin (IDM) dan ibu menderita DM kehamilan (IGDM).

4.      Umumnya sembuh spontan, tetapi sebagian kecil (10%-20%) kadar gula tetap rendah.

5.      Beberapa di antaranya menunjukkan respons yang baik terhadap suntikan glucagon 300 mikrogram atau 0,3 mg/kgBB IM, tidak lebih 1 mg totalnya.

6.      Hipoglikemia neonatus simtomatik gejalanya tidak khas, misalnya : apatis, anoreksia, hipotoni, apneu, sianosis, pernapasan tidak teratur, kesadaran menurun, tremor, kejang tonik/klonik, menangis tidak normal dan cengeng.

7.      Kebanyakan gejala pertama timbul sesudah 24 – 48 jam kehidupan.

1.      Gejala-gejala berupa : sakit kepala, nausea, cemas, lapar, gerakan motoric tidak terkoordinasi, pucat, penglihatan berkunang-kunang, ketidakpedulian, cengeng, ataksia, strabismus, kejang, malas/lemah, tidak ada perhatian dan gangguan tingkah laku.

2.      Hipoglikemia bisa disertai atau tidak dengan banyak keringat dan takikardi.

3.      Serangan ulang gejala-gejala tadi dapat terjadi pada waktu-waktu tertentu setiap hari, sehingga kita harus waspada terhadap kemungkinan hipoglikemia.

4.      Pemeriksaan glucose darah pada saat timbulnya gejala sangat penting.

(Sumber : Nelson, 2012)

 E. Patofisiologi Hipoglikemia

Hipoglikemi sering terjadi pada berat lahir rendah (BBLR), karena cadangan glukosa rendah. Pada ibu diabetes mellitus (DM) terjadi transfer glukosa yang berlebihan pada janin sehingga respons insulin juga meningkat pada janin. Saat lahir dimana jalur plasenta terputus maka transfer glukosa berhenti sedangkan respon insulin masih tinggi (transient hiperinsulinism) sehingga terjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi adalah masalah serius pada bayi baru lahir, karena dapat menimbulkan kejang yang berakibat terjadinya hipoksi otak. Bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan kerusakan pada susunan syaraf pusat bahkan sampai kematian. Kejadian hipoglikemi lebih sering didapat pada bayi dari ibu dengan diabetes mellitus. Glukosa merupakan sumber kalori yang penting untuk ketahanan hidup selama proses persalinan dan hari-hari pertama pasca lahir. Setiap stress yang terjadi mengurangi cadangan glukosa yang ada karena meningkatkan penggunaan cadangan glukosa, misalnya pada asfiksia, hipotermi, gangguan pernafasan.

F. Diagnosis

Untuk mencegah abnormalitas perkembangan syaraf, identifikasi dan pengobatan tepat waktu untuk hipoglikemia adalah sangat penting. Pemantauan glukosa di tempat tidur adalah tindakan tepat untuk penapisan dan deteksi awal. Hipoglikemia harus dikonfirmasi oleh nilai serum dari laboratorium jika memungkinkan, dan juga dengan anamnesis,antara lain :

  1. Riwayat bayi  menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan pernapasan.
  2. Riwayat bayi prematur.
  3. Riwayat bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK).
  4. Riwayat bayi Kecil untuk Masa Kehamilan (KMK).
  5. Riwayat bayi dengan ibuDiabetes Mellitus.
  6. Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan.
  7. Bayi yang beresiko terkena hipoglikemia :
    1. Bayi dari ibu diabetes (IDM).
    2. Bayi yang besar untuk masa kehamilan (LGA).
    3. Bayi yang kecil untuk masa kehamilan (SGA).
    4. Bayi prematur dan lewat bulan.
    5. Bayi sakit atau stress (RDS, hipotermia).
    6. Bayi puasa
    7. Bayi dengan polisitemia.
    8. Bayi dengan eritroblastosis.
    9. Obat-obat yang dikonsumsi ibu, misalnya sterorid, beta simpatomimetik dan beta blocker.

Untuk menetapkan diagnosis hipoglikemia secara benar harus dipenuhi trias whipple’s yaitu :

  1. Manifestasi klinis yang khas.
  2. Kejadian ini harus bersamaan dengan rendahnya kadar glukosa plasma yang diukur secara akurat dengan metode yang peka dan tepat.
  3. Gejala klinis menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah normoglikemia.

Bila ketiganya dipenuhi maka diagnosis klinis hipoglikemia dapat ditetapkan. Berdasar pada klinis, hasil pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang yang lain untuk menetapkan etiologi. Untuk menetapkan diagnosis hipoglikemia asimptomatik lebih sulit, walaupun juga sebagai penyebab kerusakan otak. Dengan teknik pemeriksaan mikro untuk mengukur kadar hormon dan substrat dalam plasma, maka menjadi mungkin untuk memperluas definisi dan pengembangan protokol hipoglikemia dan mencari mekanisme yang mungkin menyebabkan turunnya gula darah. Jadi yang diukur adalah respon hormon yang meningkat saat terjadi hipoglikemia, antara lain epinefrin, hormon pertumbuhan, kortisol dan glukagon, bersama dengan substrat antara lain : asam lemak bebas, gliserol dan badan keton.

Pendekatan yang dilakukan bilamana dicurigai hipoglikemia, adalah anamnesis yang teliti dilanjutkan pemeriksaan fisik dengan ini dapat memberikan petunjuk penting ke arah diagnosis. Hipoglikemia yang dipicu oleh komponen makanan tertentu dapat mengarahkan pada ”inborn erroe of metabolism”, seperti galaktosemia, penyakit ”maple syrup urine” dan intoleransi fructose. Obesitas yang mencolok saat lahir menyokong ke arah hiperinsulinisme. Kolestasis dan mikropenis pada hipopituitarisme. Hepatomegali seringkali terjadi pada ”glycogen storage disease” atau defek pada glukoneogenesis. Miopati merupakan gambaran dari defek oksidasi asam lemak dan ”glycogen storage diseasease”.

Diagnosis :

  1. Pemeriksaan laboratorium
  2. Kadar glukosa serum
  • Diperiksa dengan dextrostix pada saat setelah persalinan dan pada usia ½, 1, 2, 4, 8, 12, 24, 36, dan 48 jam.
  • Pengukuran <40 mg/dL dengan dextrostix harus diverifikasi oleh pengukuran serum glukosa.
  1. Kadar serum kalsium
    • Pada usia 6, 24 dan 48 jam.
    • Jika kadar serum kalsium rendah, kadar serum magnesium harus diukur.
  2. Hematokrit

Pada saat lahir dan pada usia 24 jam.

  1. Kadar serum bilirubin

Sesuai indikasi pemeriksaan fisik.

  1. Tes lain
    • Kadar gas darah arteri.
    • Hitungan sel darah lengkap (CBC), kultur dan pewarnaan gram dilakukan sesuai indikasi klinis.
  2. Pemeriksaan radiologi

Tidak diperlukan kecuali ada bukti masalah jantung, pernafasan atau kerangka.

  1. Electrocardiography dan echocardiography.

Jika dicurigai adanya hypertropic cardiomyopathy atau malformasi jantung.

G. Penatalaksanaan Hipoglikemi

Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis :

  1. Pada saat lahir.
  2. 30 menit setelah lahir.
  3. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai.

Kejadian hipoglikemia dapat dicegah dengan :

  1. Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia.
  2. Pemberian makan enteral merupakan tindakan preventif tunggal paling penting.
  3. Jika bayi tidak mungkin menyusu, mulailah pemberian minum dengan menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir.
  4. Neonatus yang berisiko tinggi harus dipantau nilai glukosanya sampai asupannya penuh dan 3x pengukuran normal sebelum pemberian minum berada diatas 45 mg/dL.
  5. Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan kadar glukosa dipantau.

Untuk penanganan bayi yang mengalami hiplogikemia dapat dilakukan dengan :

  1. Monitor

Pada bayi yang beresiko (BBLR, BMK, bayi dengan ibu DM) perlu dimonitor dalam 3 hari pertama :

  1. Periksa kadar glukosa saat bayi datang/umur 3 jam .
  2. Ulangi tiap 6 jam selama 24 jam atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2 kali pemeriksaan.
  3. Kadar glukosa ≤  40 mg/dl atau gejala positif tangani hipoglikemia.
  4. Pemeriksaan kadar glukosa baik, pulangkan setelah 3 hari penanganan hipoglikemia selesai.

Penanganan hipoglikemia dengan gejala :

  1. Bolus glukosa 10% 2 ml/kg pelan-pelan dengan kecepatan 1 ml/menit.
  2. Pasang dekstrosa 10% = 2 cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5 menit dan diulang sesuai kebutuhan (kebutuhan infus glukosa 6-8 mg/kg/menit).

Atau cara lain dengan GIR :

Konsentrasi glukosa tertinggi untuk infus perifer adalah 12,5%, bila lebih dari 12,5% digunakan vena sentral.

  1. Untuk mencari kecepatan Infus glukosa pada neonatus dinyatakan dengan GIR.

Kecepatan Infus (GIR) = glucosa Infusion Rate

Contoh :    Berat bayi 3 kg umur 1 hari

Kebutuhan 80 cc/jam/hari  = 80 x 3 = 240 cc/hari  = 10 cc/jam.

  1. Periksa glukosa darah pada : 1 jam setelah bolus dan tiap 3 jam.
  2. Bila kadar glukosa masih < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala, ulangi seperti diatas.
  1. Bila kadar 25-45 mg/dl, tanpa gejala klinis :
    1. Infus D10
    2. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam.
    3. ASI diberikan bila bayi dapat minum.
  2. Bila kadar glukosa ≥ 45 mg/dl dalam 2 kali pemeriksaan.
    1. Ikuti petunjuk bila kadar glukosa sudah normal.
    2. ASI diberikan bila bayi dapat minum dan jumlah infus diturunkan pelan-pelan.
    3. Jangan menghentikan infus secara tiba-tiba.
  3. Kadar  glukosa darah < 45 mg/dl tanpa gejala :
    1. ASI teruskan
    2. Pantau, bila ada gejala manajemen seperti diatas.
  4. Periksa kadar glukosa tiap 3 jam atau sebelum minum, bila :
  5. Kadar < 25 mg/dl, dengan atau tanpa gejala tangani hipoglikemi.
  6. Kadar 25-45 mg/dl naikkan frekwensi minum.
  7. Kadar ≥ 45 mg/dl manajemen sebagai kadar glukosa normal.
  8. Kadar glukosa normal
  9. IV teruskan.
  10. Periksa kadar glukosa tiap 12 jam.
  11. Bila kadar glukosa turun, atasi seperti diatas.
  12. Bila bayi sudah tidak mendapat IV, periksa kadar glukosa tiap 12 jam, bila 2 kali pemeriksaan dalam batas normal, pengukuran dihentikan.

Persisten hipoglikemia (hipoglikemia lebih dari 7 hari) :

  1. Konsultasi endokrin
  2. Terapi: kortikosteroid  hidrokortison 5 mg/kg/hari 2 x/hari iv atau prednison 2 mg/kg/hari per oral, mencari kausa hipoglikemia lebih dalam.
  3. bila masih hipoglikemia dapat ditambahkan obat lain: somatostatin, glukagon, diazoxide, human growth hormon, pembedahan. (jarang dilakukan).

Hipoglikemia refraktori :

  1. Kebutuhan glukosa >12 mg/kg/menit menunjukan adanya hiperinsulinisme. Keadaan ini dapat diperbaiki dengan :
    1. Hidrokortison 5 mg/kg IV atau IM setiap 12 jam.
    2. Glukagon 200 ug IV (segera atau infus berkesinambungan 10 ug/kg/jam).
    3. Diazoxide 10 mg/kg/hari setiap 8 jam menghambat sekresi insulin pankreas.

Pemantauan glukosa ditempat tidur (bed side) secara sering diperlukan untuk memastikan bahwa neonatus mendapatkan glukosa yang memadai. Ketika pemberian makan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan glukosa di tempat tidur (bed side) sudah normal maka infus dapat diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu 24 -48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia.

H. Pemikiran-pemikiran Terapeutik

Pengobatan hipoglikemia akut neonatus atau bayi meliputi pemberian intravena 2 mL/kg D10W, disertai dengan infus glukosa terus-menerus 6-8 mg/kg/menit, menyesuaikan kecepatan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam kisaran normal.

Manajemen hipoglikemia neonatus atai infantil persisten meliputi penambahan kecepatan infus glukosa intravena menjadi 8-15 mg/kg/menit. Infus ini mungkin memerlukan kateter vena sentral untuk memasukkan larutan glukosa hipertonis 15-20%. Hidrokortison IM, 5 mg/kg/24 jam diberikan dalam dosis terbagi setiap 8 jam, atau prednison oral, 1-2 mg/kg/24 jam diberikan dalam dosis terbagi setiap 6-12 jam, dan hormon pertumbuhan IM, 1mg/24 jam, dapat ditambahkan jika hipoglikemia tidak berespon terhadap glukosa IV. Diazoksid oral, 10-25mg/kg/24 jam diberikan dalam dosis terbagi setiap 6 jam, dapat mengembalikan hipoglikemia hiperinsulinemik tetapi juga menimbulkan hirsutisme, edema, mual, hiperurikemia, gangguan elektronik, umur tulang yang lanjut, defisiensi IgG, dan jarang hipertensi dalam penggunaan yang lama.

Oktreotid diberikan secara subcutan setiap 6-12 jam dalam dosis 20-30 μg pada neonatus dan bayi muda. Komplikasi yang potensial tetapi tidak biasa meliputi pertumbuhan yang jelek karena hambatan pelepasan hormon pertumbuhan, nyeri pada tempat suntikan, muntah, diare dan disfungsi hepatik. Oktreotid biasanya digunakan sebagai agen untuk penyesuaian selama berbagai periode sebelum pankreatomi subtotal untuk nesidioblastosis. Pankreatomi merupakan terapi yang tidak optimal karena adanya resiko pembedahan, diabetes mellitus permanen, dan insufisiensi pankreatik eksokrin.

Tabel. 5 Diagnosis Hipoglikemia Akut pada Bayi dan Anak.

Ada Gejela-gejala Akut Riwayat Memberi Kesan : Gejala-gejala Akut Tidak Ada
1.         Ambil sampel darah sebelum dan 30 menit setelah pemberian glukagon.

2.         Ambil urin sesegera mungkin. Periksa untuk keton; jika tidak ada dan hipoglikemia dikonfirmasi, curiga hiperinsulinemia atau defisiensi karnitin ; jika tidak ada, curiga ketotik, defisiensi hormon, kelainan metabolisme glikogen bawaan, atau glukoneogenesis.

3.         Mengukur glukosa pada sampel darah asli. Jika hipoglikemia dikonfirmasi, terus dengan pengukuran substrat-hormon.Jika glikemia bertambah sesudah glikagon melibihi 40 mg/dl diatas basal, curiga hiperinsulinemia.

4.         Jika kadar insulin pada saat hipoglikemia dikonfirmasi lebih besar dari pada 10 μU/mL, curiga hiperinsulinemia endogen ; jika lebih besar 100 μU/mL, curiga hiperinsulinemia buatan (injeksi insulin dari luar). Masukkan RS untuk uji provokatif.

5.         Jika kortisol < 10 μg/dL dan / atau hormon pertumbuhan kurang dari 5 ng/mL, curiga insufisiensi adrenal dan/atau penyakit pituitaria. Masukkan ke RS untuk uji provokatif.

1.            Anamnesis yang cermat mengenai hubungan gejala-gejala dengan waktu dan tipe masukan makanan, mengingat umur penderita. Kesampingan kemungkinan minum alkohol atau obat. Nilai kemungkinan injeksi insulin, membutuhkan garam, kecepatan pertumbuhan, patologi intakranial.

2.            Pemeriksaan yang cermat untuk hepatomegali ( penyakit penyimpanan glikogen, defek pada glukoneogenesis ), pigmentasi (kegagalan adrenal), perawakan dan status neurologis (penyakit pituitaria).

3.            Masukan RS untuk uji provokatif :

a.           Puasa 24-jam dengan observasi yang cermat; bila timbul gejala-gejala terus dengan langkah 1-4 seperti ketika ada gejala-gejala akut.

b.          Fungsi pituitaria-adrenal dengan menggunakan uji stimulasi arginin-insulin terindikasi.

4.             Biopsi hati untuk penentuan histologi dan enzim jika terindikasi.

5.             Uji toleransi glukosa oral (1,75 g/kg; maks. 75g) jika hiperglikemia reaktif dicurigai pada remaja.

(Sumber : Nelson, 1,2012)

 

Tinggalkan komentar